Segelas Teh, BlackBerry, dan Keramaian

Sendiri menikmati hingarbingar kota Jogja di kala musim liburan. Sungguh ramai tidak seperti biasanya.
Hingarbingar kali ini, saya dapatkan ketika saya sedang duduk sendiri disalah satu Coffee Shop langganan saya di mall terbesar di kota Jogja. Karena penuhnya coffee shop langganan saya dan terbatasnya sumber listrik di coffee shop tersebut membuat saya mengurungkan niat saya untuk menyalakan laptop. *Maklum, baterai laptop saya cuma mampu bertahan 15 menit saja. Maka, BlackBerrylah yang saya jadikan tempat untuk mengetik segala sesuatu yang terdapat di dalam otak saya. Hanya bermodalkan segelas teh berukuran Grande, tempat duduk yang cukup nyaman dipojokan dan Blackberry, saya mulai mengetik segala sesuatu yang terdapat di otak saya. *Thanks BlackBerry! :)

Melihat keramaian yang sudah wajar terjadi di kota Jogja selama libur lebaran ini, membuat saya tertarik untuk mengamati gelagat orang-orang di coffee shop tersebut. Untung saja duduk di pojokan, jadi tidak terlalu menarik perhatian banyak orang jika saya sedang memperhatikan gelagat mereka *menurut saya*. 
Ada yang sedang duduk sendirian baca komik, ada yang bersama keluarganya, ada juga yang reunian. Ramai sekali pokoknya. Ada juga yang lagi asik browsing, ada yang cuma sekedar duduk dan minum, bahkan ada yang asik autis sendirian dengan gadgetnya yaitu saya. hahahahaha..

Pertama kali orang yang saya lihat adalah seorang laki-laki paruh baya, duduk sendirian, asik dengan komik yang dibacanya. Ya, lelaki ini duduk dekat steker listrik. Dalam batin saya ngedumel "Sudah sendirian, baca, duduk disitu, gak bawa laptop pula. Kan saya mau make colokan listrik disitu. Mbok cari yang tempat duduk yang lain napa?" Tidak mungkin jika saya menyuruh laki-laki itu pindah, karena dia sudah terlebih dahulu menempati tempat itu. 

Orang kedua yang saya lihat, seorang bapak-bapak bersama ketiga putranya. Sepertinya bapak itu baru saja membelikan mainan untuk ketiga putranya. Sungguh heboh sekali ketiga putranya bermain. Namanya juga anak-anak, maklum ae wes. Tapi, sekali lagi, sumber listrik yang saya perlukan ada di dekat kursinya. Tidak mungkin juga saya menyuruh mereka pindah, karena mereka sudah lebih dahulu duduk disitu. Dan ketika mereka pergi, sudah ada keluarga lain yang lebih dahulu mengambil tempat duduk disitu. "Yaaaah, kalah cepat dah!".

Orang ketiga, duduk dikursi sofa, sekali lagi, duduk dekat dengan sumber listrik. Tidak bawa apa-apa, *yang jelas bawa diri, tas, dompet, dll. Maksudny tidak bawa peralatan elektronik yang membutuhkan sumber listrik. Sepasang suami-istri yang sepertinya lagi kelelahan mengelilingi Mall terbesar di Jogja itu. Sekali lagi, saya diam saja

Kemudian yang selanjutnya, bukan tentang sumber listrik lagi. 
Kali ini, diam-diam saya mendengarkan obrolan 2 keluarga yang baru saja bertemu, maksud saya disini, bertemu dengan kerabat. 
Heboh sekali mendengarkan topik pembicaraan mereka. Ada 2 topik yang saya tangkap, yaitu tentang perkuliahan dan yang kedua tentang Kota Jogja, terutama biaya hidup dan harga tanah di Jogja. Dari gaya bahasa yang mereka gunakan dan cara mereka menyampaikan sesuatu, terlihat jelas mereka bukan orang Jogja atau lebih tepatnya pendatang. 
"Nah, kalau di Binus itu tante bla..bla..bla.." Cerita sang anak dari keluarga A kepada sang istri dari keluarga B. "Waaaaah.. orang jakarta nih", batin saya. Tapi saya tidak tau apakah sang anak dari keluarga A itu kuliah di Jakarta atau mungkin CaMaBa di universitas di Jogja. 

Sempat heboh dengar cerita tentang masalah perkuliahan, obrolan berlanjut ke masalah biaya hidup dan harga tanah di Jogja. 
Suami keluarga A : "Kalau di Jogja sekarang ini, harga tanah sudah mahal. Saya salah kenapa gak beli tanah di Jogja dari dulu"
Suami keluarga B : "Betul pak, sekarang, harga tanah di Jogja mahal-mahal. Apalagi kalau di pusat kota. Ada yang 500rb per meter bahkan 1 juta per meter"
Suami keluarga A : "Betul pak"

Istri keluarga B : "Yang saya suka dari Jogja itu, biaya hidupnya murah. Gak kaya' jakarta. Mahal-mahal kalau di jakarta!"
Istri keluarga A : "Betul mbak. Untuk makan aja paling murah, 10ribu. Kalau di Jogja, 5 ribu masih dapat makan. Nasi kucing kan lumayan tuh."
Keluarga A + B tertawa ngakak 
Suami keluarga B : "Nasi kucing cuma 1000, di jakarta mana ada nasi harga 1000"
Istri keluarga B ke Istri keluarga A : "Betul kan mbak. Jogja ini memang betul-betul murah untuk makanan"

Itulah obrolan heboh 2 keluarga yang membahas tentang Jogja yang bisa saya tangkap.

Jogja memang berhati nyaman! Suasananya yang nyaman, udaranya yang sejuk di pagi hari *tapi panasny luar biasa disiang hari, Wargany ramah dan baik, harga-harga masih murah, itulah yang membuat Jogja semakin banyak penduduknya.
Tagline "Jogja Never Ending Asia", sebuah julukan yang tepat diberikan kepada Kota Gudeg dan Kota Pelajar ini. Namun, keindahan kota Jogja yang dulu masih penuh dengan sawah, sekarang perlahan-lahan mulai berkurang. Sangat disayangkan.

Namun, Jogja tetaplah Jogja. Sebuah kota yang banyak memberikan kenangan kepada setiap orang yang mengunjunginya.  :)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bayar-Bayar Pakai Google Pay di Indonesia!

"Pikiran Adalah Kunci" Kata Mbak Meuthia. Z Rizki

Tidak Bisa Memaksa